Selasa, 28 Oktober 2014

Pakaian adat Banka Belitung


Untuk Pakaian adat pengantin wanita Kota Pangkalpinang, Bangka Belitung berupa baju kurung merah, dimana baju adat ini biasanya terbuat dari bahan kain sutra ataupun dari bahan beludru yang mana pada jaman dulu sering disebut dengan baju Seting dan untuk kain yang dikenakan berupa kain bersusur ataupun kain lasem atau biasa disebut dengan nama kain cual. Kain cual ini merupakan kain tenun asli yang berasal dari Mentok. Pada bagian kepalanya menggunakan mahkota yangbiasanya dinamakan dengan "Paksian". Sedangkan untuk mempelai pria nya akan mengenakan "Sorban" atau kalau dalam masyarakat setempat disebut di sebuat dengan Sungkon. 
Untuk busana pengantin kaum perempuan yang ada di sini, menurut keterangan dari orang tua-tua yang berasal dari Cina, konon ada ceritanya tersendiri. Menurut cerita waktunitu ada saudagar yang berasal dari Arab yang datang ke negeri Cina, Tujuannya adalah untuk berdagang dan juga untuk menyiarkan agama Islam. saudagar ini kemudian jatuh cinta dengan seorang gadis Cina. Selanjutnya mereka melangsungkan upacara perkawinan dengan gadis Cina tersebut, Dan pada acara perkawinan inilah kedua mempelai ini memakai pakaian adat masing-masing. 
Karena waktu itu banyak sekali orang-orang yang berasal dari Cina dan Arab yang datang untuk merantau ke wilayah pulau Bangka terutama ke Kota Mentok. Waktu itu Kota Mentok ini sebagai pusat pemerintahan. Dan pada saat itu diantaranya ada yang telah melakukan upacara perkawinan maka banyak sekali masyarakat pulau Bangka yang meniru pakaian tersebut. Pakaian untuk pasangan pengantin ini pada akhirnya di sebut dengan nama pakaian "Paksian"



Pakaian Adat Kalimantan Barat



Pakaian ini adalah pakaian yang digunakan sudah sejak dulu oleh masyarakat Kalimantan Barat. Pakaian adat Kalimantan Barat berbahan kulit kayu yang diproses menjadi kain kulit kayu yang digunakan sebagai bahan pakaian adat Kalimantan Barat adalah Kulit kayu kapuo atau ampuro. Kulit kayu tersebut dipukul termasuk di pukul di dalam air menggunakan pemukul yang berbentuk bulat. Kemampuan mengolah kulit kayu menjadi kain oleh masyarakat merupakan kemampuan yang secara turun temurun diturunkan oleh nenek moyang.

Pakaian adat Papua barat


Pakaian adat pria dan wanita di Papua secara fisik mungkin anda akan berkesimpulan bahwa pakaian tersebut hampir sama bentuknya. Mereka memakai baju dan penutup badan bagian bawah dengan model yang sama. Mereka juga sama-sama memakai hiasan-hiasan yang sama, seperti hiasan kepala berupa burung cendrawasih, gelang, kalung, dan ikat pinggang dari manik-manik, serta rumbai-rumbai pada pergelangan kaki. Bentuk pakaian yang terlukis di sini merupakan ciptaan baru. Biasannya tak lupa dengan tombak/panah dan perisai yang dipegang mempelai laki-laki menambah kesan adat Papua.
Pakaian Pernikahan Mempelai 
Pakaian pernikahan yang dikenakan oleh kedua mempelai adalah busana putih-putih, merah-kecoklatan. Orang Papua memang menyenangi warna putih dalam berbusana, hal ini merupakan suatu perkembangan yang berjalan seiring dengan waktu.

Meski mereka tetap menyukai warna-warna meriah dan corak khas Papua, seperti manik-manik atau hiasan bulu cendrawasih. Kombinasi warna yang dipakai disimbolkan oleh corak warna bulu burung cendrawasih.
Pakaian Tetua Adat dan Agama 
Yang dikenakan oleh para tetua adat dan agama adalah berbeda. Tetua Adat biasanya menggunakan pakaian adat Papua tradisionil, bulu cendrawasih dan hiasan taring babi. Sedangkan Tetua Agama mengenakan jubah kuning flannel yang seragam dan senada.
Pakaian Pernikahan Masyarakat 
Masyarakat setempat yang menjadi pengiring mempelai biasanya mengenakan pakaian biasa atau baju terbaik mereka. Atau bila tidak, pada umumnya mengenakan sarung tenunan lokal dengan atasan baju biasa atau baju berwarna putih – yang menandakan kesucian.

Berbeda dengan koteka. Berikut Penjelasan mengenai pakaian atau baju adat Papua:

Koteka merupakan suatu keterampilan yang unik, yang hanya dimiliki oleh suku pedalaman masyarakat di Papua, dimana Koteka merupakan pakaian adat yang digunakan pada saat belum dikenalnya Celana.digunakan untuk menutupi (maaf) Kemaluan Laki-laki.

Asal Usul
Koteka terbuat dari kulit Labu Air. cara pembuatanya dengan mengeluarkan isi dan biji labu yang sudah tua, dan kulitnya di jemur. kata Koteka secara harfiah, bermakna Pakaian, berasal dari bahasa salah satu suku di Kab.Paniai. sebagian Suku pegunungan Jayawijaya menyebutnya hilom atau horim

Banyak Suku yang dapat dikenali dengan cara mereka menggunakan koteka, untuk koteka yang pendek digunakan saat bekerja dan yang panjang dengan atribut hiasan, digunakan pada saat melaksanakan upacara adat, namun setiap suku memiliki perbedaan bentuk Koteka, misalnya Suku Yali, memiliki bentuk labu yang panjang, sedangkan masyarakat Tiom biasanya memakai dua labu.

Pakaian Adat Lampung



Untuk Busana adat kesehariannya laki-laki Lampung akan mengikat kepalanya dengan menggunakan kikat. Bahan kikat ini terbuat dari kain batik. Jika di kenakan dalam kerapatan adat akan dipadukan dengan pakaian teluk belanga serta kain. Kalau untuk mengiring pengantin akan dikenakan kekat akkin, semacam destar yang pada bagian tepinya dihias dengan bunga-bunga terbuat dari benang emas dan pada bagian tengah dengan berhiaskan siger, dan pada salah satu sudutnya ada sulaman benang emas yang berupa bunga tanjung atau bunga cengkeh.

Untuk Pakaian keseharian wanita Lampung mengenakan kanduk/kakambut yaitu berupa kudung untuk penutup kepala dengan cara dililitkan. Bahan kanduk atau kakambut ini terbuat dari kain halus yang tipis atau dari bahan sutera. Lawai kurung di pakai sebagai penutup badan dan bentuknya menyerupai Baju kurung. Busana ini dibuat dengan menggunakan bahan tipis ataupun kain sutra dan pada bagian tepi muka dan bagian lengan umumnya dihiasi dengan rajutan renda yang halus.

Kalau untuk menghadiri acara upacara adat, seperti misalnya saat ada upacara perkawinan kaum wanita, baik itu untuk yang gadis atapun yang sudah menikah akan menyanggul rambutnya (belatung buwok). Cara menyanggul rambut model belatung buwok ini dibutuhkan rambut tambahan untuk melilit rambut asli dengan memakai bantuan rajutan benang berwarna hitam halus. Selanjutnya rajutan tadi ditusuk dengan menggunakan bunga kawat yang bisa bergerak-gerak atau disebut dengan kembang goyang

Pakaian adat D.I Yogyakarta

Pakaian tradisional masyarakat Yogyakarta terdiri dari seperangkat pakaian yang memiliki unsur, tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Kelengkapan berpakaian tersebut merupakan ciri khusus untuk mengetahui identitas bagi pemakainya yang meliputi fungsi dan peranannya. Oleh karena itu, cara berpakaian biasanya sudah dibakukan secara adat, kapan dikenakan, di mana dikenakan, dan siapa yang mengenakannya.
Secara keseluruhan seperangkat pakaian terdiri dari bagian atas, bagian tengah, dan bagian bawah. Bagian atas meliputi tutup kepala(Blangkon untuk laki-laki) dan tata rias rambut (Sanggul, Konde,); bagian tengah terdiri dari baju (Surjan untuk laki-laki, dan Kebaya untuk perempuan), dan perhiasan (aksesori); serta bagian bawah berupa alas kaki. Penggolongan pakaian tersebut harus berdasarkan jenis kelamin, usia, dan status sosial.
Sedangkan yang dimaksud dengan pengertian Pakaian tradisional sehari-hari di sini adalah seperangkat pakaian yang dikenakan di rumah, saat bekerja, dan saat bepergian. Pemakainya dapat digolongkan berdasarkan jenis kelamin, usia, dan status sosial. Sejak kecil putra-putri Sultan telah mengenal beberapa peraturan yang mem-bedakan dirinya dengan status individu lainnya, diantaranya melalui bentuk Pakaian tradisional yang harus dikenakan. Pakaian tradisional yang dirancang untuk anak-anak terdiri dari busana kencongan untuk anak laki-laki, dan busanasabukwala untuk anak perempuan.
Pakian tradisional untuk anak laki-laki model kencongan terdiri dari kain batik yang dikenakan dengan baju surjan, lonthong tritik, ikat pinggang berupa kamus songketan dengan cathok terbuat dari suwasa (emas berkadar rendah). Sedangkan busana seharihari bagi pria remaja dan dewasa terdiri dari baju surjan, kain batik dengan wiru di tengah, lonthong tritik, kamus songketan, timang, serta mengenakan dhestar sebagai tutup kepala.
Pakian tradisional yang dikenakan untuk anak perempuan ialah sabukwala padintenan. Rangkaian busana ini terdiri dari nyamping batik, baju katun, ikat pinggang kamus songketan bermotif flora atau fauna, memakai lonthong tritik, serta mengenakan cathok dari perak berbentuk kupu-kupu, burung garuda, atau merak. Perhiasan yang dikenakan sebagai pelengkap terdiri dari subang, kalung emas dengan liontin berbentuk mata uang (dinar), gelang berbentuk ular (gligen) atau model sigar penjalin. Bagi yang berambut panjang disanggul dengan model konde. Kainnya bermotif parang, ceplok, atau gringsing.